1. Demang Tangar menjadi pengawal.
Pada jaman dahulu tinggalah seorang puteri yang cantik jelita ditengah sebuah hutan belantara. Ia bernama putri Ngerit. Menurut riwayat, putri ngerit merupakan salah satu putri raja kediri. Ia mempunyai tiga orang saudara . Saudaranya yang sulung oleh ayahhandanya dinobatkan menjadi raja yang menguasai tanah jawa bagian utara. Saudaranya yang nomor dua dinobatkan menjadi raja yang menguasai tanah jawa bagian timur. Sedangkan yang nomor tiga dinobatkan sebagai raja yang menguasai tanah jawa bagian barat. Sementara itu putri Ngerit yang merupakan putri bungsu oleh ayahandanya dinobatkan sebagai raja yang menguasai bangsa jin laut selatan. Harapan ayahandanya, sang putri nantinya akan menguasai segala macam makluk halus yang ada dilaut selatan. Oleh sebab itu ia dibekali ilmu kanuragan yang cukup agar tidak menemi kesulitan selama mengemban tugasnya. …
Jika sekarang ini sang putri sedang berada ditengah rimba belantara, sebenarnya ia sedang dalam menjalani tapa brata. Mengheningkan cipta, karsa dan rasa, agar bisa menaklukkan segala macam makluk halus seperti jin setan peri prayangan, iliu-ilu banaspati, wedon tetekan, jogong rindong owor-owor yang kini bernaung di laut selatan….
Konon terkisahlah, di desa Pakel (sekarang masuk wilayah kecamatan Watulima, kab. Trenggalek) yang bertempat ditepi laut selatan, berdiamlah seorang demang yang bernama Demang Tangar. Demang Tangar masih keturunan bangsawan, Mbayat, Banten. Sampai ia berada didaerah tersebut, karena ia merupakan pelarian dari daerah Pacitan. Sebagai seorang bangsawan yang sangat mencintai agama islam, sang Demang ingin mendirikan sebuah Masjid. Maka pergilah Demang Tangar ke hutan untuk memilih kayu yang baik , yang akan digunakan untuk bangunan Masjid. Ia pergi ke hutan pada malam hari. Karena menurut perasaannya, memilih kayu yang baik , waktunya pada malam hari. Sebab pada malam hari itu suasana alam menjadi tenang. Ia dapat menyatukan rasa dan karsanya serta memusatkan pikiranya pada kayu-kayu yang akan ia gunakan untuk bangunan Masjid tersebut.
Pada suatu malam, karena kayu-kayu yang digunakan untuk bangunan Masjid masih kurang, akhirnya, Demang Tangar kembali ke hutan. Kini ia memilih hutan disebelah barat tempat tinggalnya. Demang Tangar sudah berjalan beberapa lama. Namun kayu yang diharapkan belum juga ia temukan. Akhirnya iapun masuk lebih kedalam hutan. Tanpa terasa ia telah jauh meninggalkan kediamanannya. Hutan disebelah barat tempat tinggalnya itu ternyata merupakan hutan yang sangat lebat. Disamping pepohonannya yang besar-besar, tumbuhan perdu yang tumbuh disegala penjuru hutan juga menghambat niat, Demang Tangar. Ketika ia sedang asyik memilih kayu-kayu yang dirasanya baik itulah, sayup-sayup telinganya mendengar suara perempuan sedang tetembangan ( tetembangan = menyanyi ) suara tembang itu membuat hati Demang Tangar tersentuh. Maka lupalah niatan semula, segera langkahnya ia ayunkan menuju arah datangnya suara tembang yang sangat menyentuh hati itu. Namun dalam benaknya, ia masih tetap tidak percaya akan apa yang ia dengar.
"Mana mungkin dalam hutan selebat ini ada wanita yang tetembangan ditengah malam?," sambil terus melangkah, Demang Tangar berguman sendiri.
Suara tembang yang semula hanya sayup-sayup itu kini menjadi semakin jelas. Setelah sekian lama ia berjalan, kini yang terdengar ditelinganya tidak hanya suara tembang saja, namun tembang itu diiringi suara lesung (lesung = tempat menumbuk padi, terbuat dari kayu besar yang dilobangi ditengahnya).
Semakin dekat ia melangkah, semakin jelas pula bahwa ditengah hutan belantara itu ada seseorang sedang bermain musik dari lesung sambil tetembangan. Namun suara lesung yang didengar oleh Demang Tangar kali ini tidak seperti biasa ia mendengar dikampungnya. Para wanita setelah menumbuk padi lalu tetembangan dengan iringan lesung. Suara yang ia dengar merupakan suara lesung yang kacau balau, sehingga membuat bising gendang telinganya. Timbul kemarahan, Demang Tangar. Akhirnya tanpa sadar ia berteriak sambil terus berjalan mendekati arah datangnya suara lesung.
"Heeeii orang yang sedang bermain lesung, berhentilah bermain. Karena suara lesungmu yang tak karuan itu membuat penghuni hutan ini menjadi bising dan ketakutan …..!,"
Teriakan Demang Tangar yang berkali-kali itu sia-sia. Suara lesung tetap saja bekumandang, bahkan semakin keras dan semakin tidak karuan. Suaranya yang tak mengikuti irama itu membuat kepala orang yang mendengarnya menjadi pusing.
"Hei orang yang sedang bermain lesung, ini bukan waktunya untuk bermain. Hentikan permainanmu ……!!" Demang Tangar kembali berteriak mengimbangi kerasnya suara lesung. Namun suara itu tak kunjung berhenti, bahkan menurut pendengaran, Demang Tangar, semakin keras dan membabi buta. Akhirnya habis sudah kesabaran, Demang Tangar, sekali lagi ia berteriak :
" Heeii wanita yang tidak tahu adat dan sopan santun. Dengarlah, engkau kelak akan menjadi perawan tua dan tidak akan menemukan jodohmu…!!" teriakan, Demang Tangar, kali ini disertai kutukan. Manjur kutukan Demang Tangar, hingga kini banyak wanita yang tinggal di daerah sekitar suara lesung itu kini banyak yang menjadi perawan tua. Oleh sebab itu kini daerah itu bernama dusun Bawuken ( bawuken = usang / tua sekali ).
Hari menjelang pagi. Suara ayam hutan berkokok bersahut-sahutan disertai angin sumilir pelan, membuat suasana seakan damai. Ketika ayam hutan mulai berkokok itulah, mendadak suara lesungpun menjadi berhenti. Demang Tangar yang berada ditempat itu sendirian, masih penasaran, siapa gerangan yang baru saja membunyikan lesung dengan membabi-buta itu. Demi dilihatnya sebuah gunung disebelah utaranya, iapun bergegas kearah gunung itu, kemudian memanjatnya. Ia mengira suara lesung tadi berasal dari daerah sekitar gunung disebelah utara itu. Beberapa lama, Demang Tangar milang-miling (milang-miling = menyelidiki) dari atas gunung, namun apa yang ia cari tidak kelihatan. Karena lama ia milang-miling di gunung itu, akhirnya terlepas ucapanya bahwa besuk gunung yang saat itu ia daki itu ia beri nama gunung Wiling (= wiling berasal dari kata milang-miling / mengawasi / menyelidiki). Setelah agak lama ia berada digunung Wiling, dengan agak kesal ia berjalan lurus kearah barat tanpa menoleh kesamping atau kebelakang. Ia berjalan saja menuruti langkah kakinya. Dalam benaknya masih ada rasa penasaran tentang suara lesung yang membuat hatinya jengkel itu. Karena perasaannya demikian gulana, maka ketika berjalan itu ia tak menyadari bahwa didepannya ada seorang duda yang berjalan didepannya. Akhirnya keduanya bertubrukan. Saking kagetnya, Demang Tangar sampai melonjak. Timbul keinginannya untuk memberi nama tempat itu dengan sebutan Njingkat. (Njingkat =artinya kaget / terkejut sampai melonjak). Kemudian karena marah, duda yang telah menabraknya tadi dikutuknya menjadi sebongkah batu. ( Kini daerah Njingkat banyak batu besar yang berwarna hitam dan salah satu dari batu itu bernama batu Duda. Konon kabarnya batu Duda berasal dari seorang duda yang dikutuk, Demang Tangar, karena telah menghalang-halangi / menabrak, Demang Tangar)
Ketika hari semakin terang, kembali, Demang Tangar, mendengar sayup-sayup orang menyanyi. Kali ini tak disertai suara lesung. Suaranya sangat merdu, hingga menyentuh perasaannya. Suara itu seakan berada didepan ia melangkah. Seperti kuda kena cambuk, Demang Tangar segera mempercepat langkah kakinya untuk menghampiri arah datangnya suara nyanyian yang sangat merdu itu. Akhirnya langkahnya berhenti pada suatu tempat dan matanya melihat didepannya ada sebuah pesanggrahan, ditengah hutan belantara. Penghuni pesanggrahan itu ternyata seorang wanita yang berparas cantik jelita. Memang dia adalah Putri Ngerit yang sedang menjalani tapa brata ditengah hutan. Demang Tangar sangat kagum akan kecantikan sang Putri. Saking kagumnya, sampai terlontar ucapanya :
" Wadhuuuh, ada putri kok demikian cantiknya. Sampai Melik (Melik = ingin) aku. Ingin rasanya aku menemaninya, meminangnya…." ( = Kini desa tempat tinggal sang putri Ngerit itu bernama desa Melikan. Yang berasal dari kata Melik yang diucapkan Demang Tangar)
Dengan perasaan yang sangat mendalam, Demang Tangar bergegas mendekati pesanggrahan sang Putri,
"Dhuh tuan Putri yang cantik jelita, siapakah sebenarnya tuan Putri ini? Dan dengan siapakah gerangan, tuan Puteri tinggal?"
"Hamba adalah seorang pengembara, dan disini hamba sendirian bertapa menempa jiwa raga, menyatukan rasa dan karsa agar memperoleh anugerah dari yang maha kuasa dan diijinkan menaklukan bangsa jin setan peri prahyangan, ilu-ilu banaspati, gendruwo, wedon, tetekan, condong rindong-rindong dan semua makhluk halus dan siluman yang tinggal di laut selatan sesuai perintah ramanda prabu di Kediri. Jika tuan bertanya tentang nama hamba, maaf, hamba tak bersedia mengatakannya …."
"Menurut, keyakinan yang aku jalani, segala makluk halus itu tidak perlu di kuasai. Justru mereka harus disingkirkan karena selalu menggoda hati orang yang beriman. Kenapa Tuan Puteri ingin menguasai mereka?"
"Mungkin sudah takdir hamba, Tuan. Karena hamba tidak sanggup menolak permintaan rama prabu. Maka biarlah hamba melakukan apa yang hamba jalani saat ini"
"Apakah Tuan Puteri tidak merasa kasihan kepada diri sendiri? Tuan sebagai putri yang cantik, tetapi rela menjadi ratu bangsa jin yang menjijikkan?"
"Apapun yang tuan katakan, hamba tetap pada pendirian, hamba. Menuruti apa kehendak, Kanjeng Rama."
"Jika Tuan Puteri bersedia, saya sangat mengharapkan Tuan Puteri mendampingi hidup saya dipesisir selatan. Bersediakah, tuan Puteri menjadi istri saya? ….." Saking tergoda atas kecantikan, Puteri Ngerit, Demang Tangar memberanikan diri untuk mengucapkan perasaan cintanya terhadap Putri Ngerit.
Puteri Ngerit sudah menduga akan perkataan tamunya kali ini. Sebab sudah banyak pria yang datang menemui dirinya dan mengutarakan isi hatinya. Semua pria yang datang ditolaknya dengan halus agar tidak menyinggung perasaannya. Namun untuk Demang Tangar, tamunya kali ini, ia mempunyai firasat, bahwa tamunya kali ini bukan orang sembarangan. Kali ini ia harus lebih berhati-hati. Apalagi menurut perasaannya pula tamunya kali ini bisa saja berbuat nekad karena menuruti perasaannya. Ia merasa belum cukup mempunyai kemampuan untuk mengimbangi kesaktian, Demang Tangar. Oleh sebab itu, sambil terus berbincang-bincang, ia memutar otak bagaimana caranya menolak permintaan tamunya tanpa menyinggung perasaannya.
"O, Tuan yang budiman, sangat berat mengemban perintah ayahanda prabu. Juga sangat sulit aku menolaknya. Maka sudah aku putuskan, lebih baik mati dimakan harimau dari pada aku mengingkari permintaan ayahanda. Jika sekarang hamba harus menjalani hidup ditengah hutan, itu sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup , Hamba…."
"Tapi kehendak dari ayahandamu terlalu mengada-ada. Juga terlampau berat untuk dilaksanakan bagi seorang puteri yang cantik seperti, anda…"
"Bagaimanapun beratnya, hamba akan menjalaninya dengan eklas. Bukankah seorang anak harus selalu mbangun miturut ( =menuruti / berbakti) apa kehendak orang tuanya. Sebab seorang anak yang berani membangkang kehendak orang tuanya, berarti anak durhaka …."
"Kau memang anak yang patuh. Namun apakah kepatuhanmu itu akan menguntungkan dirimu?"
"Sudah aku katakan, bahwa hamba rela mati ditelan Harimau sekalipun daripada hamba menolak kehendak kanjeng rama yang sangat menyayangi hamba…."
"Dan sudah aku katakan pula bahwa permintaan ayahandamu itu terlalu berlebihan. Jika tuan Puteri menolaknya, hal itu sudah sangat wajar. Apalagi menjadi ratu dikalangan makluk halus sungguh berat sekali untuk
dijalani …." Demang Tangar terus mendesak dengan kalimat yang lembut. Ia sudah terlanjur jatuh hati kepada sang puteri Ngerit.
"Baiklah, Tuan. Hamba bersedia menjadi isteri, Tuan. Tetapi tidak sekarang. Hamba mempunyai permintaan …." akhirnya tuan puteri menemukan sebuah akal. Dan ia akan mencobanya . Betapa girang hati, Demang Tangar demi mendengar perkataan Putri Ngerit yang terakhir. Saking girang hatinya, ia tak sabar ingin tau permintaan puteri Ngerit.
"Cepat katakan apa yang kau minta?….., apakah kau minta aku membuatkan istana yang megah? Atau gunung Wiling itu aku sulap menjadi gunung emas?….,"
"Bukan harta atau kesenangan duniawi yang hamba minta….."
"Lalu apa? Apa aku harus bersujud dikakimu? "
"Juga bukan…"
"Lantas ……"
"aku minta tuan membuatkan aku pesanggrahan yang nyaman. Yang dapat aku gunakan samadi dengan khusyuk…."
"Jika hanya itu permintaanmu, akan aku wujudkan…."
"Tunggu dulu, dengan satu syarat, pesanggrahan itu harus jadi dalam semalam…"
"Hal itu perkara yang tidak sulit. Kau tunggu saja disini, besuk pagi kau sudah mendapatkan pesanggrahan yang kau inginkan…." selesai berkata demikian, Demang Tangar mohon pamit kepada Puteri Ngerit. Ia lantas menuju kesebuah tempat yang dirasanya nyaman untuk dijadikan pesanggrahan. Kemudian ia mengambil tempat yang bagus untuk melakukan semadi mohon anugerah dari yang menguasai jagad raya sebuah pesanggrahan yang diminta sang Dewi.
Permohonan Demang Tangar dikabulkan oleh sang Maha Pencipta. Ketika ayam hutan mulai berkokok, dihadapannya telah ada sebuah pesanggrahan yang indah. Sebuah pesanggrahan yang mirip dengan pertapaan. Disekeliling pesanggrahan itu tumbuh bunga-bunga yang harum baunya. Sementara didalam kolamnya yang jernih airnya itu banyak ikan berwarna-warni. Beraneka ragam bentuk dan jenisnya.
Lega hati, Demang Tangar atas hasil pekerjaannya yang sukses. Setelah membasuh muka dikolam pertapaan yang baru selesai itu, ia segera bergegas menuju kediaman Puteri Ngerit.
"Inilah pertapaan yang kau minta, Tuan Puteri. Sebuah pertapaan sekaligus pesanggrahan yang nyaman…."Demang Tangar menunjukkan pertapaan
"Tetapi bolehkah aku mohon satu permintaan lagi, Tuan?"
"Silahkan. Aku tak keberatan. Asal tidak minta aku menurunkan rembulan, mungkin aku masih bisa mewujudkannya…"
" Aku minta tuan menjaga semadi saya yang tinggal 40 hari lagi. Selama saya bersemadi, janganlah hamba diganggu oleh siapapun…"
"Baiklah….. Silakan tuan Puteri segera bersamadi, biar aku yang menjaga keselamatan, Tuan Puteri…."
Hati Demang Tangar merasa puas. Kini ia duduk bersila di serambi pesanggrahan itu, menjaga Puteri Ngerit yang melakukan tapa brata selama 40 hari 40 malam lamanya. Semua orang yang datang hendak melamar Puteri Ngerit kini dialah yang menghadapinya. Yang membangkang ia halau dengan kekerasan…..
KESIMPULAN :
Cerita diatas termasuk legenda.
Cerita diatas mengajarkan kita untuk tetap bersikap sederhana. Jika menyukai sesuatu hal, kita tidak boleh terlalu berlebihan, agar kita tetap dapat berpikir jernih. Sebab jika pikiran kita tidak jernih, maka kita akan mudah melupakan apa yang menjadi tujuan kita semula.
3.29.2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar